MARGER
SEBAGAI BENTUK PENYELESAIAN
SKANDAL
BANK LIPPO
Disusun
oleh :
An
Nisaa Pratiwi (20130420316)
Dimas
Andika Jurang Penatas (20130420332)
Fathanul
Hakim Risal (20130420348)
Nur
Asriani (20130420340)
Zulfah
Feba Nurul Abdilla (20130420324)
ABSTRAK
Skandal
laporan keuangan ganda yang dilakukan oleh Bank Lippo pada tahun 2002 telah
menyebabkan terjadinya penurunan nilai saham Bank Lippo. Kejadian ini semakin
diperparah dengan tidak adanya tindak lanjut dari BEI atau BEJ atas kasus ini.
Publikasi yang dilakukan untuk menyelesaikan kasus ini pun membuat para investor yang terlanjur
telah membeli saham Bank Lippo dengan harga yang tinggi kecewa dan masayarakat
pun marah. Hal ini pun sampai ketelinga pemegang saham tertinggi pada bank
lippo dan segera mengambil tindakan dengan melakukan merger terhadap Bank Niaga.
Hasil terbentuklah sebuah Bank yang kita kenal dengan nama Bank CIMB Niaga.
KATA
KUNCI :
Bank
Lippo
Skandal
Merger
BEJ
Bank
CIMB Niaga
BAB
I
PENDAHULUAN
Latar
Belakang
Bank lippo merupakan bank
konvensional yang menarik dana publik melalui tabungan dan deposito. Melalui
kredit yang di berikan , dana yang ada digunakan untuk membiayai investasi di perusahaan afiliasi. Perusahaan afiliasi
adalah perusahaan yang di kendalikan dari perusahaan lain karena memiliki
kepemilikan / kepentingan ataupun pemegang saham yang sama.
Pada tahun 2002, Bank Lippo
melakukan pemalsuan Laporan Keuangan 30 September 2002 dengan membuat laporan
keuangan ganda yang berbeda dengan laporan
keuangan yang di publikasikan di publik dan di BEJ.
Dampak dari skandal Bank Lippo ini ,
nilai saham Bank Lippo di pasar modal menjadi turun dari Rp.70 / lembar saham
menjadi Rp. 25 / lembar saham. Dalam hal ini yang dirugikan adalah investor
yang sudah menanamkan modal di bank
Lippo dan terutama yang merasakan rugi besar adalah pemerintah sebagai pemilik
saham mayoritas.
Karena terjadinya penurunan nilai
saham ini Bank Lippo menjadi tertekan dan
akhirnya pada tahun 2008 PT Bank Lippo Tbk
melakukan merger dengan PT Bank Niaga Tbk. Bank hasil merger inipun dinamakan PT CIMB Niaga Tbk. Nama baru hasil merger Bank Niaga dan Bank Lippo kemudian dikenal sebagai PT Bank CIMB Niaga Tbk.
Berdasarkan kejadian inilah kami
mengangkat judul “MERGER SEBAGAI BENTUK PENYELESAIAN SKANDAL BANK LIPPO” .
sebagai langkah konkret yang dapat dilakukan oleh Bank Lippo.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
SEJARAH BERDIRINYA BANK LIPPO
Sejarah Grup Lippo bermula ketika
Mochtar Riady yang memiliki nama Tionghoa, Lie Mo Tie membeli sebagian
saham di Bank Perniagaan Indonesia milik Haji Hasyim
Ning pada1981. Waktu dibeli, aset bank milik keluarga Hasyim telah merosot
menjadi hanya sekitar Rp 16,3 miliar. Mochtar sendiri pada waktu itu tengah
menduduki posisi penting di Bank Central Asia, bank yang didirikan oleh
keluarga Liem Sioe Liong. Ia bergabung dengan BCA
pada 1975 dengan meninggalkan Bank Panin.
Di BCA, Mochtar mendapatkan share
sebesar 17,5 persen saham dan menjadi orang kepercayaan Liem Sioe Liong. Aset
BCA ketika Mochtar Riady bergabung hanya Rp 12,8 miliar. Mochtar baru keluar
dari BCA pada akhir 1990 dan ketika itu aset bank tersebut sudah di
atas Rp5 triliun.
Bergabung dengan Hasyim Ning membuat
ia bersemangat. Pada 1987, setelah ia bergabung, aset Bank Perniagaan Indonesia
melonjak naik lebih dari 1.500 persen menjadi Rp257,73 miliar. Hal ini membuat
kagum kalangan perbankan nasional.Ia pun dijuluki sebagai The Magic Man
of Bank Marketing.
Dua tahun kemudian, pada 1989,
bank ini melakukan merger dengan Bank Umum Asia dan semenjak saat itu
lahirlah Lippobank. Inilah cikal bakal Grup Lippo.
B.
SKANDAL BANK LIPPO
Semenjak
didirikan Bank Lippo berkembang sangat pesat hal ini dibuktikan dengan pencapaian mereka yang menempati posisi ke
sembilan sebagai pemilik nilai aset terbanyak di Indonesia.
Kasus
Lippo bermula pada tahun 2002, Bank Lippo melakukan pemalsuan Laporan Keuangan
30 September 2002 dengan membuat laporan keuangan ganda yang berbeda dengan
laporan keuangan yang di publikasikan di
publik dan di BEJ. Hal ini terjadi ketika sedang terjadi krisis dan Bank
Sentral yang dalam hal ini Bank Indonesia ( BI ) melakukan uji Batas Maksimum
Pemberian Kredit ( BMPK ). BI melihat apakah bank – bank yang ada melanggar
batas maksimum pemberian kredit kepada perusahaan afiliasi atau tidak.
Mendengar hal ini Bank LIPPO pun bergerak cepat dan melakukan pengambilan alih
AYDA ( Agunan / Aset yang di ambil alih ) yang berupa surat – surat berharga di
perusahaan afiliasi sehingga kredit yang ada menjadi terlihat lunas dan
terhapus dari pembukuan.
Menejemen Bank Lippo menyebutkan
bahwa menurut peraturan BI tidak ada aset yang tercatat dibuku yang merupakan
afiliasi dengan pinjaman Grup, nyatanya dari laporan keuangan Bank Lippo tahun
1998 menjelaskan bahwa AYDA adalah surat surat berharga yang meliputi saham PT.
Lippo Karawaci Tbk., PT. Lippo Cikarang Tbk., PT. Lippo Securities Tbk., PT. Bukit
Sentul Tbk., PT. Hotel Prapatan Tbk., PT. Matahari Putra Perkasa Tbk., PT.
Pania Insurance Tbk.
Bank Lippo melaporkan laporan
keuangan periode 28 November 2002 ke publik dengan Aktiva berjumlah 24 Triliun
rupiah dan Laba bersih sebesar 98 miliar rupiah, sedangkan BEJ mencatat total
aktiva 22,8 triliun rupiah dengan rugi bersih 1,3 triliun rupiah.
C.
DAMPAK SKANDAL BANK LIPPO
Perbedaan laporan keuangan itu
segera memunculkan kontroversi dan polemik. Hal ini juga sampai ketelinga para
investor yang kemudian menyebabkan hilangnya kepercayaan para Investor untuk
menanamkan modal dan sahamnya kepada Bank Lippo.
Ironisnya,
sejauh ini belum ada pernyataan dan tindakan tegas dari Bapepam atau BEJ.
Otoritas bursa seolah-olah menganggap sepi masalah itu. Bahkan beberapa waktu
lalu salah satu direksi BEJ menyatakan tidak ditemukan pelanggaran dalam
transaksi Bank Lippo di BEJ.
Penjelasan
itu tentu sulit diterima akal sehat karena sangat tidak logis manajemen secara
sengaja melakukan transaksi untuk menurunkan harga sahamnya. Logika awam
menyatakan itu mustahil terjadi. Karena, biasanya pemegang saham selalu
berusaha meningkatkan nilai dan harga sahamnya di pasar.
Kelembekan
sikap otoritas bursa juga menimbulkan kecurigaan bahwa mereka tidak berani
bertindak tegas karena ada beberapa "orang kuat" yang menjadi
komisaris di perusahaan tersebut.
Karena tidak adanya tindakan dari
Bapepam atau BEJ dan semakin terpuruknya Bank Lippo, akhirnya pemilik terbesar
saham Bank Lippo yaitu Khazanah turun tangan dan memutuskan untuk menyetujui
dilakukannya merger dengan Bank CIMB Niaga.
D.
Merger Bank Lippo dengan Bank CIMB Niaga
Merger antara Bank Lippo dan Bank CIMB Niaga ini pun
dilaksanakan pada tanggal 3 juni 2008. Dimana entitas Bank CIMB Niaga
dipertahankan karena memiliki aset yang lebih besar yakni 5 Triliun sedangkan
Bank Lippo yang hanya memiliki aset 3,7 Triliun dihilangkan dan membentuk nama
baru PT. CIMB Niaga Tbk dan selanjutnya seluruh aset dan kewajiban Bank Lippo
dialihkan ke CIMB Niaga.
Target yang ingin dicapai dari merger ini yaitu secara aset
menjadi Bank yang menduduki posisi atas, memiliki modal yang semakin kokoh
dalam mendukung usaha perbankannya terutama perkreditan menguatkan posisi bank
dalam persaingan keuangan di Indonesia dan menjadi Bank yang solid.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Skandal
Bank Lippo ini berupa pemalsuan laporan keuangan yang berbeda dengan yang
dilaporkan di publik dan di BEJ. Kelembekan sikap otoritas bursa dalam
menyelesaikan masalah Bank Lippo ini diduga karena adanya orang kuat yang
menjadi dewan komisaris di Bank Lippo.
Dari
kasus ini terlihat ke tidak profesionalan BEJ, BPPN, dan manajemen Bank Lippo
itu sendiri. Mereka pun terbukti melakukan pelanggaran hukum atas Pasal 93 Undang Undang
Pasar Modal. Pelanggaran hukum ini terjadi karena sistem yang ada dalam dalam
laporan keuangan yang cukup rumit dan rentan menghadirkan kelalaian dari pihak
pelaku pasar modal.
B. Saran
Berdasarkan kasus ini, sebuah
perusahaan hendaklah mengambil hikmah atas kejadian ini. Mereka perlu bercermin
untuk memperbaiki manajemen, sistem pada laporan keuangan dan meningkatkan
pengawasan dalam perusahaan atau organisasinya agar tindak kecurangan dapat
diminimalisir. Selain itu peran pemerintah juga sangat diperlukan dalam proses
pelaksanaan dan pengawasan, terutama bagi perusahaan yang dipegang oleh negara agar
kerugian negara juga dapat diminimalisir.
DAFTAR PUSTAKA
http:
//maindakon.blogspot.com/2012/06/merger-perusahaan-cimb-niaga-merger.html
http://www.tempointeractive.com/hg/ekbis/2003/03/12/brk,20030312-27,id.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar